Kamis, 17 September 2015

Pelayanan Informasi Obat (PIO)



Pelayanan Informasi Obat (PIO)
a. Definisi
Menurut keputusan Menkes RI No. 1197/MENKES/SK/X/2004 PIO merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh apoteker untuk memberi informasi secara akurat, tidak bias dan terkini kepada dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya dan pasien.
b. Tujuan
1. Menyediakan informasi mengenai obat kepada pasien dan tenaga kesehatan di lingkungan rumah sakit.
2. Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan-kebijakan yang berhubungan dengan obat, terutama bagi Panitia/Komite Farmasi dan Terapi.
3. Meningkatkan profesionalisme apoteker.
4. Menunjang terapi obat yang rasional (Anonim, 2004)
c. Sasaran Informasi Obat
1. Pasien atau keluarga pasien
2. Tenaga kesehatan : dokter, dokter gigi, apoteker, perawat, bidan, asisten apoteker, dan lain-lain
3. Pihak lain : manajemen, tim/kepanitiaan klinik, dan lain-lain (Anonim, 2006)
d. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan
    1.  Sumber informasi obat
    2. Tempat
    3. Tenaga
    4. Perlengkapan
e. Kegiatan PIO
Kegiatan PIO berupa penyediaan dan pemberian informasi obat yang bersifat aktif atau pasif. Pelayanan bersifat aktif apabila apoteker pelayanan informasi obat memberika informasi obat dengan tidak menunggu pertanyaan melainkan secara aktif memberikan informasi obat, misalnya penerbitan buletin, brosur, leaflet, seminar dan sebagainya. Pelayanan bersifat pasif apabila apoteker pelayanan informasi obat memberikan informasi obat sebagai jawaban atas pertanyaan yang diterima (Anonim, 2006).
Menjawab pertanyaan mengenai obat dan penggunaannya merupakan kegiatan rutin suatu pelayanan informasi obat. Pertanyaan yang masuk dapat disampaikan secara verbal (melalui telepon, tatap muka) atau tertulis (surat melalui pos, faksimili atau e-mail). Pertanyaan mengenai obat dapat bervariasi dari yang sederhana sampai yang bersifat urgen dan kompleks yang membutuhkan penelusuran literatur serta evaluai secara seksama .

f. Langkah-langkah sistematis pemberian informasi obat oleh petugas PIO
1.  Penerimaan permintaan Informasi Obat : mencatat data permintaan informasi dan mengkategorikan permasalahan : aspek farmasetik (identifikasi obat, perhitungan   farmasi, stabilitas dan toksisitas obat), ketersediaan obat, harga obat,efek samping obat, dosis obat, interaksi obat, farmakokinetik, farmakodinamik, aspek farmakoterapi, keracunan, perundang-undangan.
2.   Mengumpulkan latar belakang masalah yang ditanyakan : menanyakan lebih dalam tentang karakteristik pasien dan menanyakan apakah sudah diusahakan mencari informasi sebelumnya
3.  Penelusuran sumber data : rujukan umum, rujukan sekunder dan bila perlu rujukan   primer.
4.   Formulasikan jawaban sesuai dengan permintaan : jawaban jelas, lengkap dan benar, jawaban dapat dicari kembali pada rujukan asal dan tidak bolehmemasukkan pendapat pribadi.
5.    Pemantauan dan Tindak Lanjut : menanyakan kembali kepada penanya manfaat informasi yang telah diberikan baik lisan maupun tertulis (Juliantini dan Widayati, 1996). Langkah-langkah sistematis tersebut dapat di gambarkan pada gambar 1


















Gambar 1. Alur menjawab pertanyaan dalam pelayanan informasi obat
Gambar 1 dapat dijelaskan bahwa penanya berada di ruang PIO, petugas mengisi formulir mengenai klasifikasi, nama penanya dan pertanyaan yang ditanyakan, setelah itu petugas menanyakan tentang informasi latar belakang penyakit mulai muncul, petugas melakukan penelusuran sumber data dengan mengumpulkan data yang ada kemudian data dievaluasi. Formulir jawaban didokumentasikan oleh petugas baru kemudian dikomunikasikan kepada penanya. Informasi yang dikomunikasikan petugas apotek kepada penanya akan menimbulkan umpan balik atau respon penanya.
g. Prosedur penanganan pertanyaan
1) Menerima pertanyaan
2) Identifikasi penanya
3) Identifikasi masalah
4) Menerima permintaan informasi
5) Informasi latar belakang penanya
6) Tujuan permintaan informasi
7) Penelusuran pustaka dan memformulasikan jawaban
8) Menyampaikan informasi kepada pihak lain
9) Manfaatkan informasi
10) Publikasi
11) Mendukung Panitia Komite Farmasi dan Terapi (Anonim, 2006).
h. Sumber informasi obat
1) Sumber daya, meliputi :
a) Tenaga kesehatan
Dokter, apoteker, dokter gigi, perawat, tenaga kesehatan lain.
b) Pustaka
Terdiri dari majalah ilmiah, buku teks, laporan penelitian dan
Farmakope.
c) Sarana
Fasilitas ruangan, peralatan, komputer, internet, dan perpustakaan.
d) Prasarana
Industri farmasi, Badan POM, Pusat informasi obat, Pendidikan tinggi farmasi, Organisasi profesi (dokter, apoteker, dan lain-lain).
2) Pustaka sebagai sumber informasi obat, digolongkan dalam 3 (tiga) kategori :
a) Pustaka primer
Artikel asli yang dipublikasikan penulis atau peneliti, informasi yang terdapat didalamnya berupa hasil penelitian yang diterbitkan dalam jurnal ilmiah.
Contoh pustaka primer :
(1). Laporan hasil penelitian
(2). Laporan kasus
(3). Studi evaluatif
(4). Laporan deskriptif
b) Pustaka sekunder
Berupa sistem indeks yang umumnya berisi kumpulan abstrak dari berbagai kumpulan artikel jurnal. Sumber informasi sekunder sangat membantu dalam proses pencarian informasi yang terdapat dalam sumber informasi primer. Sumber informasi ini dibuat dalam berbagai data base, contoh : medline yang berisi abstrak-abstrak tentang terapi obat, International Pharmaceutikal Abstract yang berisi abstrak penelitian kefarmasian.
c) Pustaka tersier
Berupa buku teks atau data base, kajian artikel, kompendia dan pedoman praktis. Pustaka tersier umumnya berupa buku referensi yang berisi materi yang umum, lengkap dan mudah dipahami (Anonim,2006). Menurut undang-undang No.23 tahun 1992 tentang kesehatan, pasal 53 ayat 2 menyatakan bahwa Standar profesi adalah pedoman yang harus dipergunakan sebagai petunjuk dalam menjalankan profesi secara baik. Tenaga kesehatan yang berhadapan dengan pasien seperti dokter dan perawat, dalam melaksanakan tugasnya harus menghormati hak pasien. Yang dimaksud dengan hak pasien antara lain ialah hak informasi, hak untuk memberikan persetujuan, hak atas rahasia kedokteran, dan hak atas pendapat kedua.
i. Dokumentasi
Setelah terjadi interaksi antara penanya dan pemberi jawaban, maka kegiatan tersebut harus didokumentasikan Manfaat dokumentasi adalah :
1) Mengingatkan apoteker tentang informasi pendukung yang diperlukan dalam menjawab pertanyaan dengan lengkap.
2) Sumber informasi apabila ada pertanyaan serupa
3) Catatan yang mungkin akan diperlukan kembali oleh penanya.
4) Media pelatihan tenaga farmasi
5) Basis data penelitian, analisis, evaluasi, dan perencanaan layanan.
6) Bahan audit dalam melaksanakan Quality Assurance dari pelayanan informasi obat (Anonim,2006).

j. Evaluasi kegiatan
Evaluasi ini digunakan untuk menilai atau mengukur keberhasilan pelayanan informasi obat itu sendiri dengan cara membandingkan tingkatkeberhasilan sebelum dan sesudah dilaksanakan pelayanan informasi obat (Anonim, 2006).
Untuk mengukur tingkat keberhasilan penerapan pelayanan informasi obat, indikator yang dapat digunakan antara lain :
1) Meningkatkan jumlah pertanyaan yang diajukan.
2) Menurunnya jumlah pertanyaan yang tidak dapat dijawab.
3) Meningkatnya kualitas kinerja pelayanan.
4) Meningkatnya jumlah produk yang dihasilkan (leflet, buletin,
     ceramah).
5) Meningkatnya pertanyaan berdasarkan jenis pertanyaan dan tingkat
     kesulitan.
6) Menurunnya keluhan atas pelayanan (Anonim, 2006).