Pelayanan Informasi Obat (PIO)
a. Definisi
Menurut keputusan Menkes RI No. 1197/MENKES/SK/X/2004 PIO merupakan
kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh apoteker untuk memberi informasi secara
akurat, tidak bias dan terkini kepada dokter, apoteker, perawat, profesi
kesehatan lainnya dan pasien.
b. Tujuan
1. Menyediakan informasi mengenai obat kepada pasien dan tenaga kesehatan
di lingkungan rumah sakit.
2. Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan-kebijakan yang berhubungan
dengan obat, terutama bagi Panitia/Komite Farmasi dan Terapi.
3. Meningkatkan
profesionalisme apoteker.
4. Menunjang
terapi obat yang rasional (Anonim, 2004)
c. Sasaran
Informasi Obat
1. Pasien atau
keluarga pasien
2. Tenaga kesehatan : dokter, dokter gigi, apoteker, perawat, bidan,
asisten apoteker, dan lain-lain
3. Pihak lain :
manajemen, tim/kepanitiaan klinik, dan lain-lain (Anonim, 2006)
d.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan
1. Sumber informasi obat
2. Tempat
3. Tenaga
4. Perlengkapan
1. Sumber informasi obat
2. Tempat
3. Tenaga
4. Perlengkapan
e. Kegiatan PIO
Kegiatan PIO berupa penyediaan dan pemberian informasi obat yang bersifat
aktif atau pasif. Pelayanan bersifat aktif apabila apoteker pelayanan informasi
obat memberika informasi obat dengan tidak menunggu pertanyaan melainkan secara
aktif memberikan informasi obat, misalnya penerbitan buletin, brosur, leaflet,
seminar dan sebagainya. Pelayanan bersifat pasif apabila apoteker pelayanan
informasi obat memberikan informasi obat sebagai jawaban atas pertanyaan yang
diterima (Anonim, 2006).
Menjawab pertanyaan mengenai obat dan penggunaannya merupakan kegiatan
rutin suatu pelayanan informasi obat. Pertanyaan yang masuk dapat disampaikan
secara verbal (melalui telepon, tatap muka) atau tertulis (surat melalui pos,
faksimili atau e-mail). Pertanyaan mengenai obat dapat bervariasi dari yang
sederhana sampai yang bersifat urgen dan kompleks yang membutuhkan penelusuran
literatur serta evaluai secara seksama .
f.
Langkah-langkah sistematis pemberian informasi obat oleh petugas PIO
1. Penerimaan permintaan Informasi Obat : mencatat data permintaan
informasi dan mengkategorikan permasalahan : aspek farmasetik (identifikasi
obat, perhitungan farmasi, stabilitas dan toksisitas obat),
ketersediaan obat, harga obat,efek samping obat, dosis obat, interaksi obat,
farmakokinetik, farmakodinamik, aspek farmakoterapi, keracunan,
perundang-undangan.
2. Mengumpulkan latar belakang masalah yang ditanyakan :
menanyakan lebih dalam tentang karakteristik pasien dan menanyakan apakah sudah
diusahakan mencari informasi sebelumnya
3. Penelusuran sumber data : rujukan umum, rujukan sekunder dan bila
perlu rujukan primer.
4. Formulasikan jawaban sesuai dengan permintaan : jawaban
jelas, lengkap dan benar, jawaban dapat dicari kembali pada rujukan asal dan
tidak bolehmemasukkan pendapat pribadi.
5. Pemantauan dan Tindak Lanjut : menanyakan kembali
kepada penanya manfaat informasi yang telah diberikan baik lisan maupun
tertulis (Juliantini dan Widayati, 1996). Langkah-langkah sistematis tersebut
dapat di gambarkan pada gambar 1
![]() |
Gambar 1. Alur menjawab pertanyaan dalam pelayanan informasi obat
Gambar 1 dapat dijelaskan bahwa penanya berada di ruang PIO, petugas
mengisi formulir mengenai klasifikasi, nama penanya dan pertanyaan yang
ditanyakan, setelah itu petugas menanyakan tentang informasi latar belakang
penyakit mulai muncul, petugas melakukan penelusuran sumber data dengan
mengumpulkan data yang ada kemudian data dievaluasi. Formulir jawaban
didokumentasikan oleh petugas baru kemudian dikomunikasikan kepada penanya.
Informasi yang dikomunikasikan petugas apotek kepada penanya akan menimbulkan
umpan balik atau respon penanya.
g. Prosedur
penanganan pertanyaan
1) Menerima
pertanyaan
2) Identifikasi
penanya
3) Identifikasi
masalah
4) Menerima
permintaan informasi
5) Informasi
latar belakang penanya
6) Tujuan
permintaan informasi
7) Penelusuran
pustaka dan memformulasikan jawaban
8) Menyampaikan
informasi kepada pihak lain
9) Manfaatkan
informasi
10) Publikasi
11) Mendukung
Panitia Komite Farmasi dan Terapi (Anonim, 2006).
h. Sumber
informasi obat
1) Sumber daya,
meliputi :
a) Tenaga
kesehatan
Dokter,
apoteker, dokter gigi, perawat, tenaga kesehatan lain.
b) Pustaka
Terdiri dari
majalah ilmiah, buku teks, laporan penelitian dan
Farmakope.
c) Sarana
Fasilitas
ruangan, peralatan, komputer, internet, dan perpustakaan.
d) Prasarana
Industri
farmasi, Badan POM, Pusat informasi obat, Pendidikan tinggi farmasi, Organisasi
profesi (dokter, apoteker, dan lain-lain).
2) Pustaka sebagai sumber informasi obat, digolongkan dalam 3 (tiga)
kategori :
a) Pustaka
primer
Artikel asli
yang dipublikasikan penulis atau peneliti, informasi yang terdapat didalamnya
berupa hasil penelitian yang diterbitkan dalam jurnal ilmiah.
Contoh pustaka
primer :
(1). Laporan
hasil penelitian
(2). Laporan
kasus
(3). Studi
evaluatif
(4). Laporan
deskriptif
b) Pustaka
sekunder
Berupa sistem
indeks yang umumnya berisi kumpulan abstrak dari berbagai kumpulan artikel
jurnal. Sumber informasi sekunder sangat membantu dalam proses pencarian
informasi yang terdapat dalam sumber informasi primer. Sumber informasi ini
dibuat dalam berbagai data base, contoh : medline yang berisi
abstrak-abstrak tentang terapi obat, International Pharmaceutikal
Abstract yang berisi abstrak penelitian kefarmasian.
c) Pustaka
tersier
Berupa buku
teks atau data base, kajian artikel, kompendia dan pedoman praktis. Pustaka
tersier umumnya berupa buku referensi yang berisi materi yang umum, lengkap dan
mudah dipahami (Anonim,2006). Menurut undang-undang No.23 tahun 1992 tentang
kesehatan, pasal 53 ayat 2 menyatakan bahwa Standar profesi adalah pedoman yang
harus dipergunakan sebagai petunjuk dalam menjalankan profesi secara baik.
Tenaga kesehatan yang berhadapan dengan pasien seperti dokter dan perawat,
dalam melaksanakan tugasnya harus menghormati hak pasien. Yang dimaksud dengan
hak pasien antara lain ialah hak informasi, hak untuk memberikan persetujuan,
hak atas rahasia kedokteran, dan hak atas pendapat kedua.
i. Dokumentasi
Setelah terjadi interaksi antara penanya dan pemberi jawaban, maka kegiatan
tersebut harus didokumentasikan Manfaat dokumentasi adalah :
1) Mengingatkan apoteker tentang informasi pendukung yang diperlukan dalam
menjawab pertanyaan dengan lengkap.
2) Sumber
informasi apabila ada pertanyaan serupa
3) Catatan yang mungkin akan diperlukan kembali oleh penanya.
4) Media pelatihan tenaga farmasi
5) Basis data penelitian, analisis, evaluasi, dan perencanaan layanan.
6) Bahan audit dalam melaksanakan Quality Assurance dari pelayanan
informasi obat (Anonim,2006).
j. Evaluasi
kegiatan
Evaluasi ini digunakan untuk menilai atau mengukur keberhasilan pelayanan
informasi obat itu sendiri dengan cara membandingkan tingkatkeberhasilan
sebelum dan sesudah dilaksanakan pelayanan informasi obat (Anonim, 2006).
Untuk mengukur tingkat keberhasilan penerapan pelayanan informasi obat,
indikator yang dapat digunakan antara lain :
1) Meningkatkan
jumlah pertanyaan yang diajukan.
2) Menurunnya
jumlah pertanyaan yang tidak dapat dijawab.
3) Meningkatnya
kualitas kinerja pelayanan.
4) Meningkatnya
jumlah produk yang dihasilkan (leflet, buletin,
ceramah).
5) Meningkatnya
pertanyaan berdasarkan jenis pertanyaan dan tingkat
kesulitan.
6) Menurunnya
keluhan atas pelayanan (Anonim, 2006).
Vimeo | videoodl.cc
BalasHapusEnjoy Vimeo and other Vimeo related download youtube videos channels for conversation, videos, screenshots, and more. Vimeo has received the following services: · YouTube Channels · Vimeo Channel · Vimeo Channels